SELAMAT DATANG PARA PECINTA SENI DAN SASTRA

hidupkan dunia Seni dan Sastra dalam jiwamu OX ! ?

Sabtu, 26 September 2009

IBUNDA

Hari semakin menjelang sore. As'ad tertidur pulas di atas rerumputan belakang rumahnya yang tampak begitu sederhana, setelah ia kelelahan pulang dari kebunnya. Seorang perempuan paruh baya berbaju lusuh berjalan perlahan mendekatinya dan kemudian membangunkan As'ad dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Le bangun Le, ini sudah sore. " ucap ibu dengan logat jawanya yang kental.
"iya Bu, sebentar lagi tho . . ." sahut As'ad sambil mengucek-ngucek kedua matanya dengan tangan.
"ya cepet bangun tho Le. Cepet mandi. Terus nanti tolong anterin Ibu ke rumahnya Bu Nanik.
"iya Bu" jawab As'ad singkat sambil bermalas-malasan bangun dan menuju ke kamar mandi.
Setelah ia selesai mandi dan menunaikan ibadah shalat 'ashar, lalu ia mengantarkan ibunya dengan sepeda jawa satu-satunya milik keluarganya. Di dalam perjalanan sore itu pandangannya menyapu hamparan sawah yang ada di daerahnya tersebut. Dengan angina semilir di sore itu ternyata mampu membawa kabur angan dan pikirannya tentang nasib dirinya pada saat ini.
"seandainya saja ibu yang berada di belakangku saat ini adalah benar-benar seorang ibu yang telah melahirkan aku dari rahimnya, dan andaikata aku adalah benar-benar darah dagingnya." Batinnya dalam hati mengiris.
As'ad dalam keluarga ini bukanlah anak dari Ibu yang selama ini mengurusnya. Ibu yang selalu ia panggil ibu dan telah merawatnya sejak kecil sebenarnya adalah Budenya. Semenjak ia dilahirkan bukan lagi ibu kandungnya yang telah menyusui dan mendidiknya hingga dewasa seperti saat ini. Bagi orang tua kandungnya, As'ad bukan anak yang mereka harapkan. As'ad adalah anak dari hasil hubungan di luar nikah Bapak dan Ibunya di masa muda dulu. Dan kini As'ad harus menerima buah dari perbuatan mereka.
Kehidupan juga tak bisa disalahkan atas semua perbuatan yang terjadi di dalamnya. Selama As'ad masih berada dalam kandungan, beberapa kali ibu kandungnya mencoba untuk melakukan aborsi, tapi keinginannya tak terwujudkan. Dukun yang ia mintai tolong tidak sanggup melakukannya. Bahkan sebelum ia akhirnya dirawat oleh Budenya, ia sempat mengalami kejadian-kejadian yang kurang begitu manusiawi. Beberapa hari setelah kelahirannya ia hendak dikubur hidup-hidup oleh orang tuanya. Mungkin mereka menganggap kelahiran As'ad adalah petaka yang seharusnya tidak mereka alami.
Dan setelah kelahiran As'ad beberapa belas tahun yang lalu, As'ad langsung dipindah tangankan kepada Budenya--kakak perempuan ibunya. Namun dalam hal pembiayaan kehidupan As'ad masih ditanggung orang tua kandungnya. Karena semua itu sudah menjadi kesepakatan keluarga.
Semenjak kejadian itu, kemudian kedua orang tuanya memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halaman dan bekerja di luar daerah dengan alasan untuk mencarikan biaya hidup mereka dan As'ad. As'ad mendengar semua rahasia kisah masa kecilnya itu dari Bude yang sekarang ia anggap sebagai Ibunya sendiri akhir-akhir ini.
"Le ati-ati tho. . . ! ! !" seketika pikiran-pikirannya buyar, ketika ibunya mengagetkan As'ad yang sedang melamun dengan menyetir sepeda yang hampir menabrak seorang anak kecil yang sedang melintas sembarangan.
"iya-iya Bu. Lha wong anak itu sembarangan nyebrang"
"kamu nglamunin apa tho Le ???"
"ndak, saya itu ndak nglamun . . ."
"halah. . . mesti ngalmunin pacarnya ya ? "
"wah, Ibu ini ada-ada saja. Lha wong saya ini belum punya pacar kok"
"iya Le, untuk apa pacaran? Belajarnya saja belum bener. iya tho ???" ibunya meledek sambil mencubit tangan As'ad dan kemudian mereka tertawa barsama-sama. Sebelumnya akhirnya mereka sampai ke rumah yang mereka tuju.
Malam ini As'ad terduduk lesu di sudut tempat tidurnya. Ia masih memikirkan tentang kedua orang tua kandungnya. Mengapa harus dirinya yang menerima semua ini? Mengapa harus dirinya yang menerima atas perbuatan orang tuanya? Meskipun sampai saat ini orang tuanya masih sudi untuk membiayai kehidupan sampai pendidikannya, namun ia masih belum dapat mengerti dan menerima semua keadaan ini. Terkadang ia merasa iri ketika melihat seorang anak masih dapat merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Sebenarnya ia juga masih merasakan sakit hati dengan semua yang dilakukan kedua orang tuanya di masa kecilnya dulu, seperti yang ia dengar dari cerita-cerita keluarga dekatnya.
"kita harus selalu menghormati dan berbakti kepada kedua orang tua kita. Karena mereka telah berani mengorbankan nyawa untuk kehidupan kita. Mereka telah mengandung kita selama kurang lebih sembilan bulan. Kemudian mereka menyusui dan menjaga kita ketika kita masih kecil. Dan sampai pada saat ini pun mereka tetap berjuang untuk masa depan kita" begitulah Bapak guru agama Islam As'ad di sekolah menjelaskan panjang lebar tentang kewajiban berbakti kepada orang tua.
"lalu bagaimana dengan orang tua kandungku yang seperti itu? Apakah aku masih harus berbakti kepada orang tua yang tak jelas kebenarannya? Mereka telah melakukan perbuatan yang tak sewajarnya. Melakukan tindakn asusila yang jelas-jelas dilarang dalam ajran agama manapun. Setelah itu mereka juga pernah berbuat hal yang tak manusiawi kepadaku. Sebagai anak kandungnya" gumamnya dalam hati.
"ayah ibu kita adalah tempat bernaung segala jiwa kita. Siapapun mereka, apapun yang telah mereka perbuat kepada kita janganlah kita mencela apalagi menghina. Karena ridha mereka adalah ridha Tuhan pula. Itulah yang harus kau ingat". Suatu ketika ia mendapat jawaban atas kebingungan sikapnya selama ini terhadap kedua orang tua kandung yang telah ia anggap tak pernah berharga dalam hidupnya.
Setelah As'ad mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mengusiknya untuk bagaimana seharusnya menyikapi kepada kedua orang tua kandungnya, akhirnya ia dapat menentukkan sikap dihari-hari kemudian. As'ad semakin dapat meyakinkan hatinya untuk tidak lagi menyalahkan bahkan mencaci semua perbuatan kedua orang tuanya di masa lalu.
Malam semakin larut. As'ad masih belum kunjung dapat menutup matanya. Lalu ia menyandarkan tubuhnya kepada tembok yang menempel dengan tempat tidurnya. Ia dekap bantal yang sedari tadi hanya dipangkunya. Tak lama kemudian As'ad meneteskan air mata. Ia sadar bahwa selama ini sikap ia kepada orang tua kandungnya tak dapat dibenarkan. Alias salah. Walaupun selama ini ia beranggapan bahwa perilaku orang tua kandungnya cukup menyakitkan bagi dirinya, namun ia berkeyakinan bahwa mendurhakai kedua orang tua adalah perbuatan dosa yang tak dapat dimaklumi.
"Bu, lebaran nanti kalau ibu pulang kesini aku akan memohon maaf kepada Ibu dan Bapak. Aku akan mencoba memahami dan menerima semua yang terjadi dalam kehidupan ini" gumamnya lirih sambil menyeka air mata penyesalan yang terus mengalir membasahi kedua pipinya.
Di luar suasana hujan lebat. Petir tak henti-hentinya menyambar-nyambar. Jarum jam dinding kamar As'ad terus berjalan hingga menunjukkan pukul 11: 45 malam. As'ad masih saja diam bersandar di dinding tak bergerak dari tempatnya. Kakinya seakan-akan kaku untuk beranjak.
Kemudian tak lama setelah itu terdengar suara orang mengetuk pintu sambil berteriak tergesa-gesa. Lalu As'ad mendengar suara langkah ibu angkatnya menuju kerah pintu depan dan terdengarlah pintu depan terbuka. Setelah itu ia mendengar ada percakapan di antara mereka. Tak lama kemudian ibu angkatnyapun memanggil As'ad dengan setengah berteriak.
"ada apa Bu ? ? . . ." As'ad langsung mendatangi ke arah ibunya memanggil.
"sini Le, duduk dulu " jawab ibunya.
Kemudian mereka terdiam sejenak untuk menenangkan suasana.
"ada apa tho Bu ? " As'ad tak sabar dan membuka percakapan.
"begini lho Le " ibunya terdiam sejenak menghela napas. "Pak Anwar tadi dapat telfon dari Kalimantan sana" lanjut ibunya dan berhenti kembali.
"ya terus ada apa tho Bu ? kalo ngomong itu ya nggak usah berhenti-berhenti begitu ! " As'ad menyela karena tak sabar ingin tahu.
"Ibumu meninggal dunia karena kecelakaan, tadi siang" ibunya meneruskan kalimat terakhirnya lalu mendekati As'ad sambil mendekap dan mengelusnya. Ibunya tau, itu merupakan cobaan terberat bagi As'ad.
Setelah mendengar berita yang menyedihkan itu, As'ad langsung berpamit undur diri untuk ke kamar. Ia langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur tidurnya sembari menghela napas panjang.
"maafkan semua kesalahan As'ad Bu". Lirih ia bergumam. Dan tak terasa bantal yang ia pakai basah dengan air mata kesedihannya.

Ibu,
Meskipun aku tak pernah menghisap air susumu
Walaupun aku tak pernah merasakan belaian kasih sayangmu secara nyata
Biarpun aku tak sempat mendengar kata maaf untukku dari bibir sucimu
Namun kau adalah Ibu yang telah mengizinkan aku singgah dalam ruang rahimmu

Aku takkan pernah menyesali karena aku darah dagingmu
Aku takkan lagi mencela diriku karena aku adalah bagian dari jasadmu
Aku akan tetap merasa bangga bercerita pada dunia jika kelak aku menjadi penguasa
Aku akan berusaha untuk membuatmu tersenyum bangga atas kemenanganku melawan dunia

Semoga kau kan terus tersenyum di sisi-Nya Ibu
Tuhan kan memberikan yang terbaik untukmu di sana

As'ad pun larut dalam buaian dekapan Dewi mimpi dengan terbalut duka di hati dan perasaannya. Ia berharap kan diberikan satu kesempatan lagi untuk dapat memohon maaf kepada Ibunya. Namun ia harus merelakan harapan yang hanya akan kusut terlilit mimpi malam itu.

*****(21 Mud@)****

Kisah ini saya persembahkan untuk teman dekat saya yang telah menceritakan kisahnya kepada saya.
Semoga kalian yang membaca dapat memetik hikmahnya.