Ini malam iedul adha
Tapi naku tak mendengar bahkan mengumandangkan suara takbir
Yang ku dengar hanya deru bising kendaraan
Aku berada di antara orang-oarang tak berduit
Aku berada di kumpulan orang-orang kumuh jalanan
Aku beragama Islam
Sama seperti ayah dan ibuku
Ayahku sedang menjalani ibadah haji di tanah suci
Tapi aku seakan gelandangan yang tak berpendidikan
Aku hanya berteman kepulan asap rokok dan bising kendaraan
Menunggu keajaiban Tuhan
Waktu kecil aku selalu berada di deretan depan
Mengumandangkan takbir dan tersenyum riang
Tapi kini senyumku hanya digantikan dengan kerut dahi kebingungan
Menurutmu ini salah siapa?
Aku pernah belajar ngaji bersama para santri
Tapi sekarang aku jauh dari kehidupan kiyai
Aku ini bodoh atau memang ngeyel ketika aku dinasihati
Obsesiku ingin hidup di dunia seni
Tapi ayahku menginginkanmu menjadi seorang kiyai seperti beliau
Coba tebak siapa yang tolol?
Ini malam iedul adha
Dan esok adalah hari raya
Seharusnya aku bergembira seperti halnya mereka
Tapi sekarang aku malah duduk di pinggiran jalan seperti gembel jalanan
Oh, maaf Tuhan
Aku selalu merindukan kasih sayang
Rasanya aku ingin cepat mati saja
Agar cepat aku bertemu dengan-Mu, yang katanya Maha Kasih Sayang
Agar aku tak hanya berkutat dengan puisi-puisiku yang menjijikkan
Rasanya kau sudah malu berteman dengan alam
Jogja (Gondomanan) 26, 11, ‘09