SELAMAT DATANG PARA PECINTA SENI DAN SASTRA

hidupkan dunia Seni dan Sastra dalam jiwamu OX ! ?

Kamis, 25 November 2010

Naskah Yang Hilang

Berpasang Mata


Berpasang mata tertuju pada satu arah
Seribu garis terhenti pada sebuah titik
Dan berjuta bibir tak henti mengucap sebuah kata
Dapatkah kalian bantu aku untuk menterjemahkannya?

Tak ada torehan yang melekat di lidahku malam ini
Semuanya telah menghilang tertelan keramaian
Menggumpal bersama dengus kelelahan di tepian jalan

Aku mengendap dalam suara pilu yang tertahan
Elok nian mengumbar bayangan nan tak terbataskan
Lepaslah dari himpitan-himpitan penat yang menyesakkan
Yogyakarta, 29 Agustus 2010

Seribu Bahasa Cinta


                                                       Seribu Bahasa Cinta

Aku tertimbun seribu bahasa tentang cinta
Terhimpit rasa yang entah dari mana di ada
Mataku seakan buram menyaksikan kenyataan yang sulit ku cerna dengan indra

Semua berjalan halus mengikuti gelombang udara malam
Mengalun bersama nyanyian para seniman di pinggiran jalan
Tapi hatiku tak dapat ku perdaya
Bahwa aku selalu menginginkannya di setiap waktu
Menelan senyumnya sebagai penawar duka
Menggenggam gelintiran jemari yang selalu mengusap peluh di keningku
Dan aku tak akan pernah memintanya untuk pergi dari hadapku.
Yogyakarta, ‘10
Jika aku telah terhunus di ujung rindu
Masihkah kau akan merengkuh tubuhku lagi
Menyelipkan kasih sayang di antara celah-celah puing kesendirian
Dan tak biarkan sakit ini menggerogoti tubuhku yang telah lelah

Aku menghirup kehampaanku sendiri
Dengan rongga hidung nan sesak tersumpal resah
Bila saja tiupan angin malam sanggup melukiskan goresan senyum di wajahmu waktu itu
Aku pasti akan merengkuhnya,
dan ku tengguk bersama cairan-cairan cintamu yang kini mengaliri urat nadiku

Menyatulah dalam reruntuhan kesunyian jiwa ini
Dan jangan kau lontarkan kata kepergian lagi...
Yogyakarta, 17 September 2010

keinginan Yang Menjuntai


Sejak dulu keinginan demi keinginan telah menjuntai
Manjulur-julur menyesaki lorong malam kota
Lalu kata mana yang akan kau gunakan untuk bercerita tentang semua itu

Angin tak akan pernah mengerti bahasamu
Dedaunan yang ia runtuhkan sore tadi juga tak akan dapat menterjemahkan apa maumu
Dan tak mungkin kau hanya akan diam menunggu esok pagi lagi
Karena malam ini matamu masih akan terus terjaga
hingga beberapa cahaya fajar bermunculan di ufuk sana

jika kau katakan telah lelah, bagaimana dengan congkakmu
yang beberapa saat lalu pernah menggiringmu pada tempat yang lebih tinggi
atau kau akan memilih menuangkan segelas anggur
agar sementara ini kau akan mendamba mimpi-mimpi yang sengaja kau lukiskan sendiri
yogyakarta ‘10

Tuhan Sedang Mengajak Bercengkrama


Tuhan Sedang Mengajak Bercengkrama

Senyum ramah yang kapan saja selalu menyapa itu,
tiba-tiba mengantarkan sebuah kabar duka
Gurauan-gurauan lugu itu juga telah berubah menjadi cerita
yang tak layak untuk diperdengarkan
Tubuh-tubuh kekar telah terkapar dan membeku
Dilahap gulungan ombak dan lumuran panas
yang termuntahkan dari pucuk gunung sana

Mata si kecil yang menjadi saksinya sendiri
Jeritan kehilangan yang menghentak-hentak kaki langit
Meruntuhkan kubik-kubik keringat dari pori-pori alam

Entahlah apa maksud dari semua ini
Mungkin Dia Yang selama ini kita diamkan sedang mengajak bercengkrama
Melalui alam sekitar,
yang setiap saat dapat kita jamah semaunya
yogyakarta, ‘10


Sejarah Penting

Satu sejarah lagi baru saja terangkai di arena pementasan
Para ibu berlarian menggendong buah hati yang diburu pati
Mencari barak-barak perlindungan
Yang kemudian dapat mereka jadikan lubang persembunyian

Takdir telah merogoh kantong-kantong ketakutan
Mereka sudah tak bisa lagi berlari dari intaian
Udara menggumpal tak dapat lagi ditelan meski perlahan
Sesak mengaliri rongga-rongga ketenangan jiwa
Yogyakarta, ‘10

Duh Gusti


Duh Gusti . . .
Duh Gusti,
Detik-detik waktu sudah terlampaui dengan segala yang ada
Hembusan nafas telah berulang kali memeperdengarkan desah rasa resah
Lantunan do’a-do’a juga telah tercecer dan berserak di antara reruntuhan cahaya malam
Tak pernah berhenti air mata ini mengucuri ruang sujud penghambaan kami

Duh Gusti Yang menjadi Tuhan kami,
Apakah kesalahan-kesalahan lalu terlampau banyak melumuri kesucian hati kami
Adakah isak tangis dan raungan rasa sakit kami tak dapat menembus tabir-tabir ‘arsyi-Mu
Ataukah semuanya sudah tak ada artinya lagi,
Sehingga kau menjawab percakapan kita dengan gemuruh alam yang amat menakutkan

Duh Gusti Yang tak pernah mengingkari janji,
Memang sudah terlalu banyak pegingkaran atas janji-janji di antara kita
Terlampau banyak penghianatan yang terlontarkan, menggorok leher-leher kami
Dan kami nyaris mati . . .

Duh Gusti Yang menjadi tempat pernaungan terakhir kami
Kembalikan kami dalam rengkuhan-Mu
Dalam ruang indah tanpa buah penghianatan . . .
Yogyakarta, November 2010

Minggu, 21 November 2010


Siapa gerangan yang datang tak mengetuk pintu atau berucap salam
Bernyanyi tanpa mengikuti arah nada yang ku cipta
Dan tak tau aku harus berbicara apa pada mereka
Seperti enggan aku akan membicarakannya pada kalian

Mereka terus berlari mengikuti arah kegelapan
Tak menyandang nama untuk sekadar disebutkan
Meski sebentar saja tak dapat ku dengar suara yang ku dambakan
Semua hanya menunggu saatnya kan menghilang di ujung jalan
Yogyakarta ‘10



terasa amat jauh perjalanan yang akan ku lalui
berat sekali beban yang tersangkut di atas kedua bahuku
hingga letih yang teramat sangat menghampiri setiap ruang tulang belulang renta ini

Tak adakah yang hendak mengerti tentang kerasnya hidup yang sulit ku lunakkan kembali
Melilit seperti duri-duri kawat
Sampai membuat aku sulit untuk menghembuskan nafas desahku
Yogyakarta ‘01

Rabu, 07 April 2010

Kawan

Kawan, tak ada kata “Selamat Jalan atau Selamat Tinggal” yang akan kuucapkan untuk kalian
Tak ada lambaian tangan yang akan mengiringi langkah perjalanan panjang
Dan tak ada larik bait puisi yang akan ku tuliskan karena kepergian

Karena sebenarnmya kalian tak akan pernah meninggalkan persemayaman hatiku
Hanya persimpangan perjalan panjang yang tak memungkinkan kita untuk saling bergandeng tangan

Aku pasti akan merindukan semua masa indah bersama kalian
Yang tak akan mudah terhapus dalam memori ingatan
Masa indah berlukis kisah berbagi desah

Hingga kelak semua itu akan tetap menjadi goresan indah pada layar kanvas yang megah dan mewah . . .

Rinai Hujan

Senandung rinai hujan yang terus mengalun dalam aliran darah yang mulai membeku
Terlalu lambat kau menceritakan semua dalam memori kenanganku
Aku sudah terlanjur lelah mendengarkan semua rintihan keinginan yang menyakitkan dan menyesakkan
Entah apa yang sebenarnya pantas kau berikan dalam harapanku yang kusam

Kamis, 18 Februari 2010

Pesona Cucu Hawa


Wahai cucu Hawa . . .
Daya pesona apa yang sedang kau pancarkan
Menyilaukan mata dan hatiku
Meresahkan perasaan yang sedang dirundung gelisah

Kadang aku harus merasa gerah menatap tarian lekuk keajaiban itu
Entah mantra apa yang sedang kau bacakan
Sehingga kau mampu menebar sihir yang menyandu dalam setiap tarikan nafasku
Membuat aku gerah dipanggang gerah dan ditusuk resah

Aku sudah tak mampu lagi membedakan tarian iblis atau rayuan Balqis
Semua yang kau bujukkan kepadaku sudah membekap akal warasku

Kau kemanakan syair-syair keTuhananku yang telah kutulis rapi di atas sisa pelepah kurma
Dan tega sekali kau merayu aku untuk menukar dengan goresan-goresan tinta tentang pesonamu

Jogja, 17, Februari, '10

Si kecil tak berseragam

Dia sedang berbaring berselimut kelelahan
Tak ada guling ataupun selimut yang menemaninya malam ini
Beralaskan tikar kerinduan akan kasih sayang
Terlelap pulas berlantaikan trotoar jalanan

Esok pagi fajar akan mengusik mimpinya kembali
Tak ada sehelai seragam yang harus dipersiapkan
Tak ada sepotong roti untuk sekadar mengganjal perutnya
Dan tak ada seorang teman untuk mengerjakan tugas kelompoknya

Kemana aku harus menanyakan kepedulian
Dengan siapa aku dapat berdiskusi tentang perjalanan masa depan
Cita-citanya sudah diabaikan
Tak ada kepedulian terhadap pendidikan yang perlu dipertanyakan

Jogja, '10

Selasa, 05 Januari 2010

Dengan Pensilmu

Sore ini aku mencoba menuliskan kata hatiku
Dengan pensilmu yang kupinjam tempo lalu
Aku bangga memperlihatkannya pada teman-temanku
Puisi ini kutulis dengan pensilmu

Waktu Maghrib menyapaku
Tiba-tiba Handphoneku bergetar
Ku baca beberapa rangkai kata
Kau mengingatkanku untuk menghadap Tuhanku

. . .Chld cnta . . .
Rangkaian kata itu seperti sandi
Dan aku memahami
Kau menyuruhku untuk menjalankam sholat Maghrib sore ini

Kau dan pensilmu menjadi bagian dari ceritaku
Semoga Tuhan akan menjaga semua dalam hidup kita
Tuhan, aku , kau dan pensilmu

Jogja, 28 Oktober, '09

Sekarang Atau Masa Silam

Waktu ini tak akan pernah mau berhenti
Ia akan selalu menggoreskan tinta sejarah kemanusiaan
Dia tak akan tinggal diam menyaksikan gerak perbuatan
Dan itu adalah torehan garis-garis pelajaran di masa silam

Ia tak sekedar indah
Tapi mencoba untuk berbicara
Di juga tak hanya pedih
Namun berusaha memberi makna

Sekarang adalah ambang gerbang menuju masa depan
Masa depan menantimu di depan gerbang kebahagiaan.

Jogja 2009

Pada Asap ku bercerita

Di jantung kota ini
Di depan gedung tua nan megah
Di pinggiran jalan yang tak pernah lelah dengan keramaian
Kita dapat menelan suara-suar kemerdekaan

Aku bebas bercerita pad apa dan siapa yang sudi menghampiri dan menjabat tanganku dengan tangan terbuka
Kau dapat bercerita pada asap keangkuhan
Aku bisa bercerita pada asap kelaparan
Kau mampu bercerita pada asap kedinginan

Hanya untuk melepas rasa resahmu
Sekadar untuk menceritakan duka yang menjamur dalam dadaku

Asap keangkuhan yang dimuntahkan oleh mesin jaman ini
Akan mendengarkan semua cerita tentang luka yang menggores jiwa kita
Asap yang mengepul dari rongga-rongga mulut tukang becak
Akan menuliskan kisah tentang perjalanan hidup kita

Dan asap-asap lain yang masih akan menmani sakit hati kita

Jogja, 29 Desember 2009